Retakan yang terjadi akibat kontraksi beban awal yang diluar perkiraan bisa dikonotasikan sebagai retakan struktur. Seberapa besar tingkat kebahayaannya dan metodologi penanganannya, tergantung dari investigasi awal tentang dimensi retak tersebut. Baik menyangkut kedalaman, lebar, lokasi retakan dan perkiraan sebaran retakan didalam badan slab tersebut.
Mengambil contoh kasus retakan struktur di top slab yang pernah terjadi di salah satu konstruksi bangunan Instrument Technical Room (ITR) – 52 di proyek Qatar Gas 2 Onshore, saya ingin berbagi cerita tentang metodologi penanganan kejadian tersebut.
ITR adalah salah satu bangunan yang sangat penting dalam beroperasinya suatu kilang/Plant. Karena dari dalam gedung ini operator bekerja mengendalikan peralatan-peralatan kilang dan didalam gedung juga terdapat peralatan instrument yang sangat mahal, sensitif terhadap temperature, dan rentan terhadap air tentunya. Sehingga, tidak ada toleransi terhadap kebocoran air dari manapun.
Retakan struktur ditemukan ketika diadakan inspeksi permukaan beton sebelum pekerjaan pelapisan tahan air (waterproofing job) dillaksanakan. Sebaran retakan banyak terjadi di jalur pertemuan antara balok utama/main girder dengan plat/slab beton. Bentuknya memanjang seiring dengan letak main girder, lebar retakan bervariasi dengan minimum lebar 2 mm dan kedalaman berkisar 30 – 40 mm.
Investigasi awal menyebutkan, retakan terjadi karena turunnya posisi slab didaerah tengah bentang berawal dari perancah scaffolding yang mengalami penurunan akibat beban dari beton dan beban ikutan sementara seperti pekerja dan peralatan. Sehingga terjadi tarik berlebihan dan belum waktunya di joint main girder dengan slab. Dan berujung pada keretakan didaerah tersebut.
Untuk memastikan sebaran retakan yang mungkin juga terjadi didalam lapisan beton slab, dilakukan pemeriksaan ultra sonografi. Hasil pemeriksaan memperlihatan ada bagian-bagian didalam slab yang mengalami kekosongan (void) yang diduga berkaitan dengan kejadian ini.
Setelah melewati berbagai diskusi dan pertimbangan teknis, dipilih metode penanganan berupa injeksi low viscosity epoxy resin kedalam slab. Tim kerja memilih material Nitofill EPLV/Conbextra EP 10 untuk diinjeksi kedalam beton, sedangkan untuk penutup akhir/sealer digunakan Nitomortar FC.
Tidak ada maksud untuk mempromosikan material tersebut diatas, namun hanya berdasarkan pertimbangan unjuk kerja material disesuaikan dengan kondisi lapangan dan tenggat waktu yang harus dipenuhi.
Berikut adalah langkah-langkah injeksi retakan dan penutupan retakan permukaan dalam Method Statement no MS-846-467 Rev B yang disetujui Tim untuk dilaksanakan:
(Saya tulis dalam bahasa Inggris)
I. Scope:
This method statement is applicable fro cracks Injection in the Roof Slab of ITR-52
II. Criteria:
Cracks Width more than 0.15 mm should be injected by Nitofill EPLV/Conbextra EP 10 Low Viscosity Epoxy Resin. These are type of material low viscosity epoxy injection resin system for injecting into cracks in concrete or masonry to form a permanent strong bond. Cracks should be identified and marked off based on agreed used cracks maps.
III. Surface Preparation
1. Grind clean an area of about 5 cm wide along the cracks and close the
Cracks with two components, solvent free epoxy putty Nitomortar FC/Nitomortar FC (B) in a band with of 3 – 4 cm.
2. All sealer coats of Nitomortar FC/Nitomortar FC (B) to be cured continuous and properly for 8 hours at maximum temperature 35 C.
IV. Injection
1. Drill วพ 14 mm holes at an angle on either side of the cracks. The holes to be drilled at a staggered interval of 200-300 mm (depending upon the width and depth of the crack) as a stitch format. At an angle to reach the joint at approximately the center of the structure.
2. Blow/vacuum clean the holes to remove loose material out. Remained loose material may cause an obstruction the flow of the repair fluid.
3. Fix metal screw packers into the drilled holes. These screw packers are tightened into the holes to withstand pressure and also to a tool on non return action. Since these packers are fitted with non return valves and it helps to build up pressure within the structure and keep it up. The nipples will be fixed at one by one step before injection.
Alternatively, a flat aluminium/plastic packer can also be fixed along the cracks using epoxy Nitomortar FC putty.
4. Inject a two components, solvent free, low viscosity epoxy resin Nitofill EPLV/Conbextra EP 10 by means using an electric injection machine through the packers into the cracks. Injection pressure shall be a minimum of 20 bars.
5. All injection works shall be carried out in the presence of Consultant’s representative.
6. After the resin has cured sufficiently (minimum 24 hours continuously), remove the packers and rectify the holes with modified repair mortar inside case of screw packers.
Selanjutnya dilakukan pengamatan lapangan selama 1 minggu berturut-turut dan tidak ditemukan munculnya retakan baru di area yang diperbaiki. Pengujian ultra sono grafi dilakukan kembali untuk memastikan tidak ada void yang tertinggal.
Perlu diingat dan ditekankan bahwa pemakaian kompresor yang menghasillan tekanan minimum (20 bars) yang disyaratkan pada waktu penginjeksian adalah mutlak. Dengan tekanan tersebut, memaksa material epoxy resin berjalan dan memenuhi sela-sela retakan dan void didalam beton.
Bagaimana mengetahui tanda-tanda semua celah dan retakan telah terisi resin?
Secara visual, karena tekanan kompresor, epoxy resin akan muncul ke permukaan sekitar, hkususnya dari retakan-retakan yang tidak kasat mata bahkan hingga menyebar diradius yang cukup jauh. Retakan-retakan yang sangat kecil ini biasanya tidak terdeteksi oleh mata kita pada waktu pemeriksaan awal lapangan.
Setelah tinggal dan mengisi semua celah dan retakan, selanjutnya epoxy resin ini akan bersenyawa dengan kondisi sekitar dan menghasilkan ikatan yang kuat. Bahkan lebih kuat dari kuat tekan karakteristik beton 9sebagai rumah induk) itu sendiri. Epoxy resin ini memiliki kekuatan tekan (compressive strength) 93 N/mm2, kuat tarik (tensile strength) 26 N/mm2 serta kuat lentur (flexural strength) 63 N/mm2. Semuanya pada suhu operasi 35 C.
Selanjutnya,di area permukaan slab beton tersebut aman dilaksanakan pekerjaan berikutnya yaitu roof waterproofing, tanpa ada kekhawatiran kebocoran yang bersumber dari struktur beton itu sendiri.
Tanya Jawab :
Mas Thomas, salam kenal..saya engineer dengan pengalaman lebih dari 9 tahun. saya ingin sedikit minta masukan, semoga tidak keberatan.
begini mas, saya ada case, ngecor girder kira2 tebal 40cm panjang 12m dan tinggi 3meter, begitu bekesting dibuka, ditemukan banyak retak vertikal yang menyebar per jarak 2 meteran di dua sisi.
design f’c kami adalah 42Mpa, karena secara mix design dengan menggunakan conventional mix tidak bisa tercapai, maka kami menambahkan zat aditif, jika dilakukan trial f’c tersebut bisa dicapai, tetapi begitu diaplikasikan di lapangan hasilnya seperti itu…kita ndak lakukan uji ultrasonik untuk mengetahui sebaran retakan secara detail, tetapi kami mengambil methode core drill untuk menggambil beberapa sampel yang pengen kami uji, dan hasilnya adalah f’c tidak semua diatas 40Mpa..ini membuat kami kawatir, maka pilihan kami adalah melakukan demolishion concrete yang sudah jadi tersebut ntuk kita cor ulang…..pilihan yang sangat mahal menurut saya.
dalam case seperti ini apakah:
1. Kita masih berani untuk melakukan perbaikan dengan metode injecksi saja?
2. Bagiamana melakukan metode pengecoran yang baik, untuk mencapi design f’c 42Mpa yang notabene sulit dicapai untuk conventionla mix tanpa aditif.
salam
Hananto
Maaf baru balas Pak.
1. Saya belum bisa memberikan jawaban secara tepat karena hanya bisa membayangkan saja case Bapak ini. Hanya pertimbangan saja. Keputusan ada ditangan Bapak. Perlu dipahami bahwa prinsip pemakaian material perbaikan beton adalah bertujuan mengembalikan performa beton seperti desain awal. Tentu saja dengan penggunaan sesuai prosedur pemakaian. Beberapa material injeksi bisa memberikan kekuatan tarik hingga melebih 60 Mpa. Tanpa bermaksud promosi, bisa Bapak minta panggil advisor teknis dari focsroc, sika, basf. Dari mereka, mungkin Bapak bisa memilih jenis materialyang sesuai. Setelah itu, injesikan ke dalam retakan yang terjadi. Setelah masa curing selesai, lakukan core test di lab. Tentu sample core diambil dari daerah retakan yang telah diinjeksi. Bapak lihat hasilnya dan dipertimbangkan. Begitu kira-kira saran saya. Sebagai info, baru-baru ini salah satu perusahaan O/G yang beroperasi di Indonesia menggunakan juga metode injeksi untuk perbaikan dermaga offshore mereka.
2. Banyak literatur tentang pembuatan mix design untuk mencapai kekuatan rencana diatas f’c 40 Mpa Pak. Ketika dulu masih sebagai Plant Mgr di Trumix Semen Cibinong, plant saya secara kontinyu memproduksi beton diatas f’c 60Mpa untuk proyek BDNI dijln jend sudirman jakarta. Bapak bisa mengkontak Pak Adi (mgr. laboratorium trumix sekarang bernama holcim) beliau expert di dalam mix design mutu tingi. Perlu saya tambahkan, ketika pengecoran, untuk ketebalan lebih dari 1 m, pertahankan suhu beton dibawah 24 C. Air menggunakan air es/chilled water. Suhu rendah ini untuk mengurangi level thermal didalam beton dan mengurangi resiko retak.
Pak Thomas yth,
Pak, saya mau menanyakan.., saya bru bgn rumah, tetapi ada retakan memanjang dr atas kebwh.,apakah ini yg namanya retak struktur?? Bahaya kah ini?? Dan bagaimana cara penanganan nya pak, apakah bpk bisa ksh detail nya ke saya cara2nya, agar bisa saya kerjakan lewat tukang saya??
Terima ksh sblm nya pak…
Rury Djunaedi
Halo Pak Rury, teima kasih atas kunjungannya.
Belum tentu retak struktur Pak. Tergantung dari lebar dan kedalaman retak itu. Untuk dinding rumah tinggal, jika retaknya melebihi 1 mm dan kedalamnya lebih dari 50 mm, patut diduga itu adalah retak struktur. Klasifikasi retak strruktur untuk bangunan O/G lebih ketat lagi. Saya menduga, retakan yang terjadi bisa dari:
a. deformasi tanah sehingga terjadi penurunan pondasi yang tidak merata dan berakibat sebagian dinding turun juga sehingga retak muncul.
b. muai susut plesteran yang tidak bagus. Retak dapat terjadi karena ketika tukang memplester, kondisi batu bata belum sepenuhnya jenuh air. Karena mengejar target, bata yang masih belum jenuh air langsung diplester sehingga kandungan air diplesteran terserap oleh dinding bata. terjadilah muai susut yang tidak seimbang yang memunculkan retak permukaan.
c. Turunnya dinding bata karena pondasi memadat dan sloof tidak cukup kuat menahan beban sehingga ikut turun mengikuti pondasi. Banyak tukang membuat pondasi lajur batu kali dengan tidak mempertimbangkan kepadatan susunan batu kali sehingga banyak ruang kosong didalam pondasi tersebut. Ketika terjadi beban diatasnya, karena tekanan terjadilaj kontraksi, batu kali terdesak mengisi ruang kosong yang tersedia dan terjadilah retakan.
Naah sekarang Pak Rury lihat dulu, ada tidak dari analisa2 diatas yang sesuai dengan kondisi dinding.
Jika menurut Bapak analisa b yg terjadi, maka kadar bahayanya tidak tinggi. Kalau analisa a dan c, patut mendapat perbaikan yang berarti dan tepat. Saya tunggu respon Pak Rury dulu.
Salam hangat dari saya boss, wah menarik sekali artikel saudara…
Saya mau tanya2 dikit boleh nih….
Saya ada case di project , ngecor slab dengan tebal 50 cm dengan tulangan double layer jarak 15 cm D19 beton Fc 35, setelah umur 3 hari beton saya retak…saya coredrill sedalam 20 cm ternyata tulangan turun dari renc slimut 5 cm jd 12 cm dan retak sampai kedalaman 16 cm….mohon bantuannya untuk analisa penyebab retakannya dan kira2 tindak lanjut yang saya harus lakukan…
Terima kasih banyak boss….
Terima kasih mas Adi kunjungannya ke blog saya. Sebelumnya perlu diingat bahwa semakin besar mutu beton, maka akan semakin brittle. Maka dari itu diperlukan perlatakan tulangan yang benar untuk memperkecil faktor brittle tersebut. Dari cerita Mas, saya simpulkan keretakan yang terjadi adalah salah satu atau kombinasi dari:
1. Akibat tiadanya tulangan pada ketebalan tersebut yang bisa menahan pergerakan beton dari beton segar menuju kepadatan (muai susut);
2. Penurunan level tulangan dislab tersebut menyebabkan sebaran tegangan permukaan tidak merata, hal ini bisa memicu retak.
3. Luasan slab yang dicor dengan tidak diimbangi metode curing yang tepat dan tidak dilaksanakan secara berkesinambungan hingga batas waktu minimum, juga memicu retak.
4. Jika posisi slab overhang/ditopang oleh scaffolding, pembongkaran tidak pada waktu yang tepat, bisa menimbulkan retak struktur.
Lebih lanjut, saya menyarankan metode injeksi seperti yang saya tulis dalam artikel saya tersebut. Metode ini efektif untuk menutup retakan didalam beton yang tidak tampak secara kasat mata. Kemudian setelah masa curing selesai, core drill lagi beton yang telah diinjeksi tersebut dan diuji ke lab beton berdasarkan metode ASTM.
Metode lain adalah, jika keretakan hanya disatu dua tempat, retakan tersebut bisa dilebarkan seperti hurup V hingga kedalaman retakan berhenti dan permukaan dikasarkan, selanjutnya diberi epoxy grouting. Namun metode ini lebih baik dipergunakan jika slab berada diatas tanah bukan overhang.
Jika nantinya akan mengecor slab lagi dengan ketebalan serupa, jangan lupa menempatkan banyak tulangan penopang/chair reinforcement diantara tulangan atas dan bawah. Ini demi menjaga posisi tulangan utama tetap pada tempatnya. Bentuk tulangan penopang ini bisa seperti hurup C atau hurup Omega bersiku.
Semoga membantu yaa.
mohon tanya pak saya orang baru belajar proyek, ini case gudang bentang 20 meter 1 lantai ketinggian dinding 4,5 meter minta pakai canal C untuk kolom komposit dan kuda2nya, tengah bentang nggak pake kolom kira2 pake ukuran brp canal c dan ukurang kolom kompositnya dan kurang lebih nya gimana ya Mas, matur suwun
Pak, kolom komposit memakai kanal C sebaiknya memakai kanal C ganda yang dilas berhadapan muka. Momen inersia arah y (Iy) cukup signifikan bedanya dibanding dilas bertolak belakang. Pada badan kolom hendaknya diberi tambahan tulangan yang dilas untuk menambah ikatan (bonding) dari beton terhadap permukaan kanal yang licin. Panjang tulangan antara 5 – 7 cm (tulangan bisa memakai diameter 8 mm), dilas berselang seling. Untuk bentang 20 m, kolom komposit kanal C ganda sebaiknya ukuran profil 200x150x20. Minimal mutu beton adalah K 225. Bagian rangka utama juga saya sarankan memakai kanal C ganda dengan ukuran profil seperti kolom. Sedangkan bagian rangka penyalur dapat memakai kanal 125x50x20. Untuk perkuatan dititik sambungan bentang, tambahkan pelat baja (dilas) yang ketebalannya sama dengan ketebalan kanal C tersebut. Demikian ya Pak.
Pak, saya junior bapak di Kampus ne…
Maaf klo pertanyaannya awam, maklum blm kerja, jadi pengalaman proyeknya masih 0,,
Mau tanya, kondisi penanganan ini bisa di lakukan saat beton usia berapa? apa ada batasan max/min usia si beton?
trs mw tanya penangan seperti ini apa bisa membuat kualitasnya sama seperti beton tidak retak?
Terima kasih..
mas Wimo, ada beberapa jenis penanganan beton tergantung kualitasnya. Saya ambil contoh beton yang didesain dengan mutu kekuatan awal tinggi. Dalam hal ini, paling tidak sesudah 24-36 jam sejak saat selesai beton dicor, bekisting/formwork dapat dibuka dan dilakukan curing. Untuk permukaan yang terbuka, curing langsung dilakukan setelah permukaan mengeras (2-3 jam setelah pengecoran).Curing dengan metoda basah (air, karung goni dan plastik) masih dianggap yang paling baik dan tidak mencemari lingkungan dibanding curing zat kimia (curing compound). Dari sisi curing dalam mengantisipasi keretakan, untuk beton yang tidak ditopang (fondasi, ductbank, underground facilities, kolom dll) dilakukan terus menerus tidak kurang dari seminggu. Untuk struktur beton yang ditopang (plat/slab beton, balok/gelagar, kantilever) minimal 21 hari.
Hallo Pak Thomas,..pha kbr?moga sehat selalu jadi bisa selalu berbagi wawasannya,…
Pa saya mau minta wawasannya,kasusnya yaitu dinding retak di bawah Ring Balk yang menyatu dan tulangan ring balk-nya padahal sudah di las dengan WF.Ring balk yang dimaksud adalah pada ampig bangunan lantai 2, yang menurut saya kurang tepat adalah pondasinya hanya memakai poer plat saja dan pondasi menerus, padahal yang lainnya memakai mini pile segitiga, nah butuh saran bagai mana untuk “menyembuhkan” retakan itu, karena sudah di treatment 4 kali retak-retak lagi, khawatirnya adalah penurunan pondasi,sebagai informasi tanahnya adalah bekas area sawah pak, saya sudah menggunakan produk Lemkra, Damdek dan Alkasit namun masih terjadi retakan lagi,saya baca ada bahan resin,..apa bisa dengan tanpa menggunakan alat yang bertekanan 20 bar?terimakasih sebelumnya pak Thomas,…semoga sukses slalu,..trim’s
Salam Pak Diden. Pada case tersebut, sebaiknya dikaji secara lengkap kondisinya. Apakah retakan pada dinding terjadi disemua tempat pada level lantai yang sama ataukan hanya setempat. Jika ada indikasi penurunan tanah (settlement) maka yang perlu diperbaiki terlebih dahulu adalah bagian sub struktur bangunan. Dinding hanyalah berfungsi sebagai penyekat/pengisi, bukan bagian dari struktur (kecuali dinding bertulang). Jika ternyata bukan settlement penyebabnya, perlu dilihat struktur atas. Apakah struktur atap/roof menanggung beban terlalu besar yang berakibat pada tekanan pada dinding dibawah ring balk tersebut. Sebagai kompensasi bahwa akhirnya dinding berfungsi sebagai bagian struktur karena terjadi penurunan pada kolom akibat ketidak seimbangan dukungan beban.
Resin yang saya sharingkan diartikel tersebut bisa berfungsi efektif jika diaplikasikan dengan sistim kompresi dan pada struktur beton bertulang. Nilai tekanan 20 bar itu hanya mengindikasikan kondisi tekanan ideal. Tidak harus sebesar itu, tergantung kondisi beton. Prinsipnya, tekanan memberikan dorongan kepada material untuk menembus retakan mikroskopik.
Saran saya, jika retakan yang terjadi benar karena settlement, perbaiki dulu kondisi pondasi dan tanah dibawahnya (untuk mendapatkan bearing capacity yang baik). Perbaikan kondisi tanah dan atau pondasi dapat mempergunakan sistim injeksi beton cair ataupun grouting. Semoga berhasil ya Pak.
Sumber : http://civilandstructure.wordpress.com/2009/06/10/perbaikan-retakan-struktur-di-slab-beton/#comment-205 Share
Comments
0 comments to "PERBAIKAN RETAK STRUKTUR DI SLAB BETON"
Post a Comment